Teror Ulama Dalam Lintasan Sejarah
Akhir-akhir ini, media pemberitaan
tanah air dipenuhi dengan kabar aktual seputar teror kepada ulama, kyai, atau pemuka
agama lainnya. Mula-mula, ada anggapan bahwa berita ini hoax belaka. Namun
mengingat jumlah korban dan intensitas kejadian yang makin sering dan menyebar
ke berbagai wilayah, semua pihak lantas merasa cemas dan siaga. Bermacam
langkah dan tindakan diambil guna mengusut tuntas dalang di balik aksi biadab
ini.
Sebenarnya, jika kita berkaca pada masa
lalu, kasus teror ini bukanlah satu-satunya. Pada masa Dinasti Abbasiyah, tinta
hitam sejarah telah mencatat tentang adanya kelompok bernama Assassin. Assassin adalah gerombolan pembunuh
dari timur tengah yang dipimpin oleh Hasan al-Sabah, seorang penyeru dan penganut
paham Syi’ah Ismailiyah. Dengan motif perbedaan aliran, mereka membunuh para
ulama Sunni dengan cara yang sadis menggunakan sebilah belati. Salah satu
korbannya adalah Nizam al-Mulk, wazir Dinasti Abbasiyah yang terkenal.
Tak hanya di Timur Tengah, kejadian
serupa juga terjadi di Indonesia pascakemerdekaan. Sebab ambisi sekelompok
orang untuk mendirikan negara berhaluan komunis, banyak ulama dan kyai dibantai
dengan cara-cara di luar nalar. Dalam Buku Putih Benturan NU-PKI, Abdul
Mun’im DZ mendeskripsikan bagaimana para gerombolan yang tergabung dalam Front
Demokrasi Rakyat-Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan begitu kejam menghabisi
musuh-musuh ideologis mereka dengan semboyan “Pondok Bobrok, Langgar Bubar,
Santri Mati” (Abdul Mun’im DZ, 2013:45)
Teror terhadap ulama dan pemuka
agama yang kini tengah diperbincangkan menurut saya tak lebih dari pengulangan
sejarah. Salah satu yang membedakan di antara ketiga peristiwa di atas hanyalah
metode yang dipakai. Assassin menusukkan belati pada musuhnya. Adapun PKI
memilih cara yang cukup vulgar dengan membantai dan memasukkan korban ke dalam
lubang sumur tua, atau bahkan menculiknya hingga raib tanpa kabar. Sementara
yang terjadi saat ini, pelaku atau dalang terlihat malu-malu mengungkap
identitasnya. Mereka lebih memilih menggunakan jasa orang gila dalam
menjalankan aksinya.
Akan tetapi, kita dapat pula menarik
benang merah dari ketiganya. Tindak kriminal kelompok Assassin dan PKI tak bisa
dilepaskan dari isu politik dan kekuasaan. Lahirnya Assassin adalah buah
kekecewaan dari kaum Nizari yang sakit hati karena Nizar, sang putera mahkota
gagal menjadi khalifah. PKI pun saya rasa tak jauh berbeda. Adapun untuk kasus
orang gila, memang belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang tentang
latar belakang mereka. Namun bila nanti sudah terungkap dan ternyata motifnya
sama, betapa naïfnya mereka yang telah dibutakan kekuasaan hingga rela membunuh
sesamanya demi kepentingan sesaat.
Comments
Post a Comment