Sponsored by

terlanjurnulis, pilkada, keledai
Add caption
Kita dan Keledai
(Refleksi Menjelang Pilkada 2018)

Sewaktu sedang pusing memikirkan tulisan untuk blog ini, tiba-tiba saya jadi teringat akan keledai. Keledai adalah salah satu hewan yang cukup legendaris dalam dunia dongeng setelah kancil. Bedanya, jika kancil digambarkan sebagai tokoh binatang yang cerdas, keledai malah sebaliknya. Ia digambarkan sebagai pemilik sikap malas dan bodoh. Ada banyak cerita yang menampilkan kekonyolan hewan bernama latin Equus Asinus ini.

Tak cukup sampai disitu, tabiat buruk keledai juga dijadikan peribahasa dan ungkapan sehari-hari. Dua diantaranya yang cukup populer adalah “hanya keledailah yang terperosok ke dalam jurang yang sama berkali-kali”, dan “keledai hendak dijadikan kuda’. Namun dari sini, saya pun mulai terkejut mendapati adanya kemiripan sifat kita dengan hewan bertelinga panjang ini. Kebodohan keledai tanpa disadari telah diakomodir manusia sehingga antara keduanya nyaris sama.

Persamaan itu pun kian kentara hari ini, terlebih ketika hajatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak akan segera digelar. Tanpa bermaksud merendahkan ataupun menyinggung, fakta telah bicara banyak akan hal itu. Tidak sedikit manusia telah ‘terperosok’ memilih pemimpin yang salah berkali-kali. Pemilihan telah berulang kali digelar namun pemilih belum menunjukkan tanda-tanda kecerdasannya.    

Banyak masyarakat yang mau dibodohi dengan janji manis hingga berduyun-duyun untuk memilih suatu calon. Buktinya, saat ini tercatat ada 290kepala daerah terlibat kasus korupsi. Ini masih yang korupsi, belum lagi dengan pemimpin yang secara sistematis berkomplot untuk menyengsarakan rakyatnya. Kasus-kasus demikian tentu tidak akan terjadi jika mereka cerdas dalam berpolitik dan menentukan pilihan. Sebab orang cerdas tidak mungkin menjadikan keledai sebagai kuda sebagaimana yang disinggung dalam pepatah kedua diatas.

Tapi saya tak lantas menutup mata pada mereka yang cerdas dan bijak dalam menentukan pilihan. Manusia dengan idealisme tinggi ini banyak bertebaran di sekeliling kita dengan atau tanpa kita sadari. Mereka yang tak mudah mudah dibujuk dengan materi dan terbuai oleh janji hampir selalu ada tiap kali pemilihan digelar. Orang-orang macam ini tentulah patut kita teladani dan apresiasi. Bayangkan, ditengah badai pragmatisme yang terus menerjang, mereka masih setia berpegang teguh pada hati nurani. Dan itu jelas tidaklah mudah.


Keledai ternyata juga tidak bodoh-bodoh amat. Kita, utamanya pelajar, sering menggunakan jasanya demi menghafal suatu rumus atau pelajaran tertentu yang cukup sulit. Dari macam warna pelangi hingga tabel periodik unsur yang panjang dan njelimet semua luluh dan takluk dihadapannya karena jadi gampang diingat. Lalu, tahukah anda apa yang saya maksud? Yapz, jembatan keledai. Kita perlu berterima kasih untuk yang satu ini.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pancasila Yang Saya Tahu

Menanti Taji Suara Ulama