Sponsored by

Beberapa Alasan Tahun Baru Tak Harus Dirayakan

Buka pesan di grup Whatsapp, ada satu yang membuat saya tertarik. Isinya adalah dialog antara kyai yang ingin tahu kegiatan umat kristiani pada malam tahun baru kepada pendeta. Usut punya usut, ternyata malam itu mereka tak punya aktivitas special. Malah di akhir percakapan, si pendeta berterima kasih kepada umat Islam karena telah membantu merayakan tahun barunya. Ini adalah sindiran kepada kita sebagai umat Islam.

Namun terlepas dari isu agama, tahun baru tetap terlihat irasional untuk dirayakan. Apalagi bentuk seremoninya kian hari juga makin hampa makna. Itulah mengapa terlanjurnulis mengusung statement bahwa tahun baru tak harus dirayakan. Lalu apa alasan kami atas pernyataan tersebut? Berikut penjelasannya.

Pertama, tahun baru hanyalah simbol. Ya, tahun baru hanyalah simbol bahwa lembaran kalender telah berganti. Tak ada momentum khusus yang menuntut kita merayakannya. Ini berbeda dengan hari pahlawan atau hari kartini yang mengandung ajakan untuk menapaktilasi perjuangan para pendahulu. Ia juga bukan hari besar keagamaan, tak ada jejak-jejak religius di dalamnya. Sebagai sebuah tanda, itu artinya tanpa adanya seremoni, tahun baru tak akan pernah gagal atau ditunda. Karena sehabis tanggal 31 Desember, esoknya pastilah 1 januari.   

Kedua, merayakan tahun baru sama dengan merayakan kehilangan. Tak sadarkah anda bahwa hidup ini tak ubahnya bom waktu. Hingga saat ini sudah tak terhitung berapa banyak waktu yang telah kita habiskan. Itu artinya, semakin dekat pula masa dimana waktu tersebut akan habis. Tahun kemarin yang telah kita jalani berarti telah hilang terlewati. Sedangkan di antara kita tak pernah tahu berapa waktu yang masih tersisa. Lalu masihkah kita merayakan tahun baru ini dengan sebuah pesta dan euphoria?

Ketiga, perayaan tahun baru cenderung berkonotasi negatif. Coba kita pikir, ketika ada kata ‘perayaan tahun baru Masehi’, apa yang terlintas di benak kita? Liburan, jalan-jalan, niup terompet, bakar-bakar, atau bahkan balap liar. Tak cukup sampai di situ, di dalamnya juga ada nuansa kemaksiatan. Hal ini tentu beda dengan ‘tahun baru Hijriah’ yang biasanya diisi pengajian, istighatsah, maupun refleksi sejarah Nabi. Hampir tak ada bayangan negatif di dalamnya.

Lalu bagaimana jika anda sudah terbiasa atau memiliki rencana untuk merayakannya. Tentu saja kami tak melarang apalagi mencap kafir atau bid’ah. Dan bagi yang tak merayakan tahun baru, tenanglah. Terlanjurnulis.blogspot.com dapat anda jadikan teman untuk mengisi hari-hari di pembuka tahun ini. Sajian kolom dan artikel up to date kami tetap dapat anda nikmati karena kita sama-sama tidak tahun baruan.

Eh, ternyata diantara kita banyak persamaannya lho. Sudah sama-sama terlanjur, sekarang malah sama-sama tidak tahun baruan. Semoga ke depan, persamaan itu kian banyak. Yah, semoga!


  

Comments

Popular posts from this blog

Pancasila Yang Saya Tahu

Menanti Taji Suara Ulama